- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
BUDAYA TENUN IKAT DALAM MASYARAKAT SIKKA
Sejak dahulu kala kebutuhan akan pangan atau pakaian telah
menjadi sebuah kebutuhan yang diprioritaskan. Hal ini dikarenakan pakaian
mempunyai manfaat bagi manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dimana
saat cuaca dingin pakaian dapat menghangatkan tubuh, pakaian itu juga
menunjukan kepribadian seseorang untuk dikatakan baik atau tidak,
kesopansantunan.
Zaman dahulu dengan keterbatasan alat maupun bahan serta
tingkat sumber daya manusia yang rendah, manusia membentuk sebuah pakaian dari
kulit kayu. Karena merasa kurang nyaman mengenakan pakaian dari kulit kayu,
pasalnya pakaian dari kulit kayu ini dapat menimbulkan gatal dan merusak kulit
maka nenek moyang kala itu mulai mencari alternatif lain yaitu membuat pakain
dari bahan dasar kapas. Sehingga sejak saat itu muncullah pakaian dari tenun
ikat dari berbagai wilayah.
Secara historis nama, kampung Sikka merupakan asal-muasal
nama kabupaten Sikka, ibukota Maumere. Bagi masyarakat asli dan orang-orang yang
sering berkunjung, mungkin tidak ada yang terkesan luar biasa, semuanya
biasa-biasa saja. Namun bagi yang baru berkunjung, sekurang-kurangnya ada
sedikit “oleh-oleh” yang bisa dibawa pulang dari kampung yang notabene hingga
sekarang masih menyimpan makna dan catatan sejarah itu. Tak dapat dipungkiri,
salah satu bentuk ‘peninggalan’ sejarah dan para leluhur terdahulu yang
menjadi “warisan” turun-temurun di kampung Sikka adalah tradisi tenun-menenun.
Dari jenis pekerjaan, jelas tradisi ini lebih melekat dengan bidang karya kaum
perempuan dan menjadi salah satu kekhasan daerah Sikka yang tetap dipertahankan
hingga sekarang.
Adalah raja Don Aleksius Alesu Ximenes Da Silva, yang akrab
disapa “Mo’ang Lesu” sebagai perintis tradisi tenun-menenum di kampung Sikka
sejak tahun 1607. Sebagai salah satu ungkapan rasa terima kasih atas jasanya,
hingga kini kaum ibu selalu “mengabadikan” motif Rempe Sikka Tope pada
salah satu jenis tenunan mereka karena motif tersebut merupakan salah satu
motif kesukaan Mo’ang Lesu.
Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional
lndonesia yang diproduksi di berbagai wilayah di seluruh Nusantara. Tenun
memiliki makna, nilai sejarah, dan teknik yang tinggi dari segi warna, motif,
dan jenis bahan serta benang yang digunakan dan tiap daerah memiliki ciri khas
masing-masing. Tenun sebagai salah satu warisan budaya tinggi (heritage)
merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan mencerminkan jati diri bangsa. Oleh
sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi, desain dan produk yang
dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta dimasyarakatkan
kembali penggunaannya.
Pada umumnya kabupaten Sikka
merupakan daerah pengarajin tenun ikat. Dalam hal ini desa Sikka menjadi sentra
perajin tenun Sikka. Keistimewaan kain tenun di wilayah ini selalu menggunakan
warna gelap: hitam, coklat, biru, dan biru-hitam ditambah hiasan sulur biru.
Ada berbagai motif dihasilkan dari Sikka. Motif okukirei diciptakan berdasarkan cerita nenek moyang bahwa sub-etnis Sikka dahulu adalah pelaut ulung. Walhasil, cukup mudah mencirikan kain tenun ikat jenis ini, selalu ada figur nelayan, sampan, perahu, udang, atau kepiting.
Ada satu motif yang sangat indah, yakni motif mawarani. Terdapat corak bunga mawar. Menurut cerita lisan turun-temurun, motif ini merupakan kain khas yang hanya dikenakan putri-putri Kerajaan Sikka. Di jaman kini, kabarnya motif mawarani paling digemari pembeli kaum perempuan. Untuk membuat selembar kain tenun ikat dengan motif paling sederhana memerlukan waktu paling tidak 1 bulan.
Ada berbagai motif dihasilkan dari Sikka. Motif okukirei diciptakan berdasarkan cerita nenek moyang bahwa sub-etnis Sikka dahulu adalah pelaut ulung. Walhasil, cukup mudah mencirikan kain tenun ikat jenis ini, selalu ada figur nelayan, sampan, perahu, udang, atau kepiting.
Ada satu motif yang sangat indah, yakni motif mawarani. Terdapat corak bunga mawar. Menurut cerita lisan turun-temurun, motif ini merupakan kain khas yang hanya dikenakan putri-putri Kerajaan Sikka. Di jaman kini, kabarnya motif mawarani paling digemari pembeli kaum perempuan. Untuk membuat selembar kain tenun ikat dengan motif paling sederhana memerlukan waktu paling tidak 1 bulan.
2.2 Proses
Kerjanya
Diawali
dengan memisahkan kapas dari biji, lalu digulung menjadi gulungan kapas.
Setelah itu baru dipintal menjadi benang. Saat memintal tidak boleh terputus
sama sekali, sehingga hasil sebuah tenun ikat terkesan indah.
Proses selanjutnya, benang tersebut ditata di atas kayu yang ditempeli paku. Lalu diikat dengan daun gebang (mirip daun pandan). Setelah motif selesai dibuat, barulah proses menenun dimulai. Pada proses terakhir ini, setidaknya memakan waktu hingga 2 minggu.
Kain tenun ikat Sikka yang asli selalu menggunakan pewarna alami seperti daun serta akar mengkudu (warna merah), atau daun nira untuk memunculkan warna biru. Pewarnaan dilakukan berulang-ulang guna menghasilkan tenun ikat Sikka yang berwarna khas.
Pembuatan kain tenun ikat memang harus dengan penuh kesabaran dan cinta, karena hal ini menjadi bukti betapa warisan leluhur masih, dan harus tetap dijaga selamanya.
Proses selanjutnya, benang tersebut ditata di atas kayu yang ditempeli paku. Lalu diikat dengan daun gebang (mirip daun pandan). Setelah motif selesai dibuat, barulah proses menenun dimulai. Pada proses terakhir ini, setidaknya memakan waktu hingga 2 minggu.
Kain tenun ikat Sikka yang asli selalu menggunakan pewarna alami seperti daun serta akar mengkudu (warna merah), atau daun nira untuk memunculkan warna biru. Pewarnaan dilakukan berulang-ulang guna menghasilkan tenun ikat Sikka yang berwarna khas.
Pembuatan kain tenun ikat memang harus dengan penuh kesabaran dan cinta, karena hal ini menjadi bukti betapa warisan leluhur masih, dan harus tetap dijaga selamanya.
2.3.
Bahan, Alat, dan Perlengkapan Dasar
Pembuatan Kain Tenun Ikat
Pembuatan kain tidak terlepas dari
bahan baku yang digunakan. Bahan utama kain adalah serat. Pada zaman
purba,masyarakat menggunakan serat kayu, untuk memperoleh serat menggunakan
akar beringin. Karena perkembangannya menggunakan serat kapas,kapas ditanam di
perkebunan atau di pekarangan. Setelah ditanam dan dirawat sambil menunggu
sampai berbuah. Sesetelah itu dipetik lalu dijemur sampai kering. Setelah itu
kupas,dipijat dan terakhir dibersihkan kapas harus dijemur agar mudah
berkembang sehingga mudah dipisahkan bijinya . setelah kapas dijemur kapas
dipisahkan dari bijinya dengan menggunakan alat yang disebut KEHO. Alat
ini dipergunakan sampai batas 1970 an. Massa sekarang sudah punah lantaran
orang menggunakan busur penghapus atau WETING. Kini kapas yang sudah
halus siap dipintal.
Masyarakat
menggunakan dua cara pemintalan yaitu
Ø menggunakan puter atau peto kapas
Ø menggunakan kincir pemintal benang atau jata
kapa .
Alat ini terbuat dari kayu . setelah dipintal benang
digulung dalam bentuk gumpalan atau bola dengan alat yang disebut REONG .
benang yang berbentuk gumpalan-gumpalan direntangkan lagi pada alat yang
disebut PLAPAN. Benang yangsudah direntangkan diikat menggunakan tebuk untuk dibuatkan motif-motif.setelah
diikat,benang dicelup sesuai selera. Lalu dijemur sampai kering dan dibuka ikatan tebuknya setelah itu DI GAIN.
Sesudah di gain benang tersebut dicelup kedalam air yang sudah tercampur biji
asam atau kanji. Benang kemudian dijemur hingga kering dan dimasukan antara dua
plapan lalu digoang sesuai warna sarung yang kemudian dirakit untuk memisahkan
lirang atas dan bawah dengan benang khusus yang disebut benang perakit atau HAWEN
setelah itu benang siap ditenun.
Beberapa alat yang digunakan dalam
membuat benang antara lain:
v Keho
: alat untuk memisahkan biji kapas
dan serat-serat.
v Weting
: alat untuk menyamak serat kapas hasil proses dari alat keho agar menjadi
halus. Alat ini dibuat dari bilahan-bilahan bambu yang diiris kemudian di beri
tali menyerupai busur.alat kedua adalah ranting bambu yang bercabang yang
digunakan sebagai penyentil atau pemetik tali busur.
v Dasa
: alat untuk memintal
kapas menjadi benang. Alat ini digunakan terbuat dari balok kayu.
v Reong
: alat untuk menggulung benang
v Laen
: alat untuk menguraikan benang. Alat ini terbuat terbuat dari sepotong kayu
yang agak panjang dari pada ujung –ujungnya diberi berpalang yang agak pendek
dan bentuknya menyerupai I besar
v Seler
: alat yang digunakan untukn
menguraikan benang –benang agar digulung kembali dalam gumpalan –gumpalan. Alat
ini terdiri atas potongan- potongan kayu yang dibuat dalam bentuk segu
empat`atau segi enam
v Papan
: alat untuk merentangkan kembali benang –
benang yang berbentuk gumpalan – gumpalan untuk dibuatkan motif – motif alat
ini berbentuk segi empat bahannya terbuat dari kayu dan juga bambu
v Ai ler
: alat yang diletakan pada
pinggang penenun dan diikat pada kayu
v Pine
: alat yang
digunakan sebagai pemegang benang –benang pada waktu ditenun.
v Ai gemer : alat yang
terbuat dari kayu yang digunakan untuk menjepiit sarrung
v Ai tuan
: alat untuk merentangkan benang tenunan,alat ini terbuat dari kayu.
v Tu’un
: alat tempat
penenunmenyandarkan kaki pada saat menenun
v Pati
: alat tenun untuk merapatkan benang pakan (lodon) . alat ini
terbuat dari kayu yang keras .
v Ekur
: alat untuk mengatur barang
“lungsi” (GERAN).EKUR terbuat dari belahan pinang,bentuknya sebesar jari
kelingking.
v Bolen
: alat untuk mengatur bentuk LUNGSI
yang biasanya terbuat dari satu ruas bambu bulu dan menjadi tempat membulatkan
benang –benang
v Sipe
: alat untuk mengatur
posisi benang sehingga benang – benang tersebut terbagi atas dua jalur yaitu
jalur atas dan bawah. Alat ini terbuat dari irisan atau bilah pelepah enau dan
jumlahnya dua buah.
v Legun
: alat yang terdiri atas setengah ruas
bambu buluh tempat dimasukan gulungan benang tenunan “ lodon “ atau “pakan”
v Tunger
: belahan batang pinang / bambu yang berguna untuk menahan tuun.
2.4.
Ragam Hias /Motif Kain Tenun Ikat
ü Sejarah Ragam Hias Tenun Ikat
Motif adalah ungkapan
ide setiap orang yang mengerjakanya motif pada masing –masing daerah pada dasarnya diambil berdasarkan suatu kisah
atau kejadian menggambarkan kejadian para leluhur jaman dahulu. Misalnya
motif burung dan ular, kalajengking kemudian berkembang menjadi motif
ragam hias, misalnya bela ketupat dan bunga.
Corak
Ragam Hias Tenun Ikat antara lain :
§ Hura Inang atau motif induk
§ Buen atau motif kecil yang mengapiti
Hura Inang
§ Lorang atau tengah yang terdapat
diantara Buen.
Biasanya menggunakan dua warna, warna dasar tetap menjadi
ikatan yang pertama, warna dasar tiga ragam hias biasanya berwarna merah bur
yakni campuran warna merah dan coklat, selain warna merah dan coklat ditambah
lagi warna hitam.
Fungsi Kain Tenun Ikat
-
Fungsi
Sosial dan Budaya
Menggambarkan
kekhasan budaya setempat, Menjadi bahan seremoni (dalam upacara kebudayaan)
misalnya adat kawin dan penyerahan hak.
-
Fungsi
Ekonomi
Misalkan
Sarung dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup
2.5. Nilai Hidup
Menenun,
menenun dan terus menenun, sudah seperti ‘falsafah’ hidup bagi kaum perempuan
di kampung Sikka. Tidak sedikit hasil
tenunan dari karya tangan mereka yang dengan tekun mengikat benang, sabar
merangkai motif, serta terampil dalam menenun. Sesungguhnya, ibu-ibu penenun
ini, tidak hanya menenun selembar kain dengan nilai jual secara ekonomis,
tetapi mereka juga merangkai dan menenun motif sejarah, budaya, nilai-nilai
hidup, identitas kampung, pesan moral dan sosial, serta kekhasan mereka sebagai
perempuan; kelembutan, kesabaran, rasa memiliki dan berbagi. Menenun “warisan”
leluhur, agar generasi sekarang dan yang akan datang tidak lupa dengan warna
budaya sendiri
Dari proses pengerjaan sampai pada hasilnya membutuhkan
alat yang beraneka ragam. Keragaman alat ini dipadukan menjadi satu sehingga
membentuk satu kesatuan. Selama proses pembuatan kain tenun dibutuhkan
kerjasama dari berbagai orang atau kelompok. Dengan demikian, tenun ikat dapat
menyatukan berbagai orang atau kelompok sesuai karakter mereka masing – masing.
Untuk mencapai sebuah hasil tenun yang baik dibutuhkan kekompakan, ketabahan,
dan keuletan. Hasil dari tenun ikat dipakai dalam berbagai bentuk acara seperti
perkawinan dan acara – acara adat lainnya. Dengan demikian kain tenun terbukti
dapat mengikat dan memperkuat persaudaraan serta tali kekeluargaan dalam
masyarakat.
Oleh karena itu, tenun ikat masuk dalam
bagian pancasila yakni dalam sila ketiga, “Persatuan
Indonesia”.
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar